Halaman

Rabu, 13 Februari 2013

Candi Muaro Jambi dan Misteri Kerajaan Sriwijaya

13401644801108320481
(Candi Tinggi, salah satu candi utama yang telah dipugar.) 

Hingga kini, belum ada kesepakatan di antara para ilmuwan mengenai letak persis ibukota Kerajaan Sriwijaya. Ada yang menyebut di Palembang, Jambi, Riau, Jawa, bahkan di Filipina dan Thailand. Anggapan bahwa Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya semata-mata merujuk pada banyaknya artefak dan prasasti kuno peninggalan Sriwijaya ditemukan di sekitar Palembang. Sedangkan sisa-sisa bangunan istana - sebagai bukti yang paling otentik - belum pernah ditemukan hingga kini. Mungkin terpendam di laut atau mungkin juga telah hancur-lebur tertimbun bebatuan akibat bencana dahsyat jaman lewat.
Tak ada yang tahu!
Tersebutlah, pada tahun 1823, seorang tentara Inggeris melaporkan telah menemukan suatu Komplek Percandian seluas 12 km persegi di sisi Sungai Batanghari, Propinsi Jambi. Melalui penelitian arkeologi lebih lanjut, dipastikan bahwa di lokasi itu terdapat 110 bangunan candi yang tersusun dalam 39 kelompok, masing-masing kelompok dihubungkan oleh kanal buatan. Setiap kelompok memiliki bangunan utama dengan candi-candi kecil di sekitarnya seperti jari-jari mengelilingi naff. Di antara candi utama itu terdapat 7 candi yang terbesar yaitu Astano, Tinggi, Gumpung, Kembar Batu, Gedong, Kedaton dan Koto Mahligai. Khususnya pada Candi Gumpung, beberapa meter di sebelahnya terdapat telaga pemandian para raja yang disebut Telago Rajo.
Jika dihubungkan dengan catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta Budhis pengembara di zaman Dinasti Ming, yang menyatakan telah berkunjung ke Sriwijaya dan bermukim selama 6 bulan, di suatu tempat di tepi sungai, tanpa bayang-bayang pada tengah hari, terletak antara Daratan Tiongkok dan India, terdapat beribu-ribu pendeta menuntut ilmu….. Berdasar catatan itu maka tempat dimaksud yang paling memungkinkan adalah Candi Muarojambi, yang sekaligus kemungkinan adalah Kompleks Istana Kerajaan Sriwijaya!
Namun hypotesa itu pun mudah dipatahkan. Mengingat candi adalah bangunan peribadatan, tanpa atap dan tanpa kamar tidur, tak mungkin dijadikan istana. Tak mungkinlah Raja-raja Sriwijaya yang terkenal kaya-raya beserta permaisuri yang cantik-cantik dan puteri-puteri yang bahenol-bahenol itu tidur beratapkan langit dan berselimut embun. Mestinya mereka memiliki kediaman resmi yang pantas, entah dimana!

1340164745726097802
(Ruas jalan menuju Candi Muarojambi, melewati Jembatan Batanghari-I)
13401648311120650061
(Ruas kanal yang menghubungkan Kelompok Candi)

Biarlah para ilmuwan yang akan mengurai benang-benang misteri itu. Atau ia akan terpendam dalam keabadian sejarah, kita sama-sama menunggu. Untuk saat ini kewajiban kita adalah menghargai setiap peninggalan nenekmoyang, sambil merenungkan kebesarannya dan berusaha menyerupainya. Bahwa di Nusantara ini, pernah berdiri kerajaan maritim terbesar di dunia, yang kedigdayaannya menggetarkan peradaban manusia, dari Barat sampai ke Timur.
Candi Muarojambi telah ditetapkan sebagai situs purbakala dunia oleh Unesco, namun rahasia di baliknya belum banyak tersingkap hingga kini. Candi itu pada umumnya masih terbengkalai, beberapa bangunan candi masih berserakan tanpa pemugaran. Perlu diketahui pula, sejak dahulu kala lokasi itu telah menjadi lahan garapan penduduk. Pohon duku dan durian milik penduduk ada dimana-mana, bahkan di tengah-tengah candi. Begitu pula arca-arca telah banyak yang hilang atau rusak. Sedangkan bejana perunggu yang diduga sebagai tempat air suci untuk persembahan ditemukan sekitar 1990-an lalu, setelah sekian lama digunakan sebagai tempat penampungan getah karet oleh penduduk. 


Candi Muarojambi terletak 40 kilometer sebelah Timur Laut Kota Jambi. Dengan diresmikannya Jembatan Batanghari-II, candi itu dapat dicapai dalam waktu 20 menit perjalanan darat dari pusat kota, dengan aneka angkutan umum yang tersedia.
Jika berada di sana pada saat musim duku atau durian, Anda dapat menikmati terpaan kisah masa lalu sambil menikmati durian. Tapi jangan lupa, kemungkinan Anda duduk di atas tumpukan tanah yang di bawahnya mungkin adalah Singgasana Maharaja Sriwijaya, Wangsa Syailendra yang termasyhur.


Minggu, 03 Februari 2013

Candi Muaro Jambi dalam Sejarah Dinasti Tang

 Kompleks situs candi kuno Muaro Jambi dikenal sebagai tempat pengajaran agama Buddha, sekitar seribu tahun lalu. Dalam sumber peninggalan tertulis, Dinasti Tang di Cina menyebutkan adanya perjalanan pendeta Buddha bernama I-Tsing pada 672 Masehi untuk memperdalam agama Buddha ke India.

Menurut Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Junus Satrio Atmodjo, dalam perjalanannya, I-Tsing singgah di Sriwijaya. Peristiwa singgahnya I-Tsing tergambar dari Prasasti Karangbrahi yang ditemukan di wilayah Jambi hulu. I-Tsing menceritakan perjalanannya dan menggambarkan keadaan sebuah kolam yang diyakini sama dengan peninggalan yang ditemukan di Muaro Jambi.

Pemimpin spiritual Tibet pernah menyatakan eratnya hubungan Indonesia dengan negerinya terkait dengan ajaran Buddha. Ia menyebutkan bahwa seorang guru besar India yang menimba ilmu ke Swanadwipa, kini bernama Sumatera, diundang ke Tibet untuk mengajarkan ilmunya.

Cagar budaya Muaro Jambi adalah daerah-daerah yang mencakup tujuh wilayah desa di Kabupaten Muaro Jambi. Ketujuh desa tersebut adalah Desa Dusun Baru, Desa Danau Lamo, Desa Muarajambi, Desa Kemingking Luar dan Desa Kemingking Dalam, Desa Teluk Jambu, dan Desa Dusun Mudo.

Di tempat ini terdapat kompleks candi peninggalan masa Hindu-Buddha yang dibangun pada abad VII-XIII Masehi. Kawasan tersebut memiliki luas 2.612 hektare. Candi-candi yang terdapat di wilayah itu adalah Candi Teluk I, Candi Teluk II, Candi Cina, Menapo Cina, Menapo Pelayangan, Menapo Mukti, dan Menapo Astano. Menapo adalah tumpukan batu yang sudah tertimbun.

Tentang Candi Muaro Jambi

Tentang Candi Muaro Jambi

Desa Muaro Jambi Kecamatan Muaro Sebo adalah tempat/lokasi candi Muaro Jambi, terletak 2 km sebelah timur laut kota Jambi atau 20 menit perjalanan menggunakan kendaraan darat melalui Jembatan Batanghari 2. Dikawasan ini terdapat Candi Astano, Candi Tinggi, Candi Gumpung, Candi Kembar Batu, Candi Gedong, Candi Kedato dan Candi Koto Mahligai. Dilihat dari segi arsiteknya, bangunan tersebut merupakan kebudayaan Budhis pada abad ke IV dan V masehi. Salah satu penemuan arca di Candi Gumpung memperlihatkan ciri-ciri yang banyak persamaannya dengan arca Prajnaparamita dari zaman Singosari. Beberapa meter dari candi telaga tempat pemandian para raja yang dinamakan telaga Rajo.
 
Kelompok Candi Tinggi terletak kurang lebih 200 meter timur laut Candi Gumpung. Candi berukuran 75 x 92 meter yang dipagar sejak tahun 1979-1988. Pintu gerbang utamanya berada disisi timur. Didalam halaman kelompok Candi Tinggi terdapat sebuah candi Induk dan enam buah Candi Perwara (penampilan)
 
Selain itu terdapat sisi lantai bata di depan candi induk yang memiliki denah berbentuk bujur sangkar ukuran 16 X 16 meter. Setelah dipagar, kini candi Induk memiliki dua teras dan tubuhnya cendrung mengecil keatas.
 
Lalu ada 6 buah candi lagi yang hanya bagian pondasi dan sedikit bagian kakinya saja. Sejumlah temuan penting yang dapat ditemukan dari kelompok Candi Tinggi adalah sebuah potongan benda dari besi dan perunggu, kaca kuno, pecahan-pecahan arca batu, pecahan-pecahan keramik yang umumnya alat-ala rumah tangga  yang berasal dari china dari abad 9-14 M serta ratusan bata bertulis, bertanda, serta ratusan bata bercap. Dan  huruf pada bata menunjukkan tertulis huruf Pallawa (Prenagari).
 
Dikompleks candi Muaro Jambi ini, terdapat Candi Kembar Batu, letaknya sekitar 250 meter di tenggara Candi Tinggi yang dibatasi fisik oleh pagar keliling yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran yang tidak sama setiap sisinya, namun secara kasar dapat dihitung 64 X 54 meter persegi dan terdapat struktur tiang bangunan yang terbuat dari kayu dan lantai yang terbuat dari batu bata. Gong Cina pernah ditemukan oleh para arkeolog. Gong yang berasal dari perunggu beraksara Cina ini disebut-sebut sebagai gong perang, yang kini tersimpan di Museum Negeri Jambi. Dan ada juga candi induk,berukuran 11,5 x 11,5 meter berada didepan Candi Perwara (penampil). Candi Induk ini memiliki tangga pada bagian timurnya.
 
Kemudian Candi Gedong yang terdiri dari dua bagian yakni Gedong 1 dan Gedong 2. Keduanya sangat berdekatan lokasinya sekitar 150 meter. Candi ini terletak sekitar 1.450 meter dari sebelah timur Candi Kedaton, sama-sama memiliki struktur tangga di sebelah timur. Candi Gedong 1 sangat unik, dibangunan yang berbentuk bujur sangkar ini banyak dijumpai temuan lepas purbakala seperti mata uang kepeng dari Cina sebanyak 161 buah, peralatan keagamaan, bata berprofil, bata bertekuk, bata bergores dan kramik Cina serta gerabah local (tembikar). Sebagian besar uang tersebut dalam keadaan aus dan sulit dibaca. Sebagian besar hurufnya berasal dari Dinasti Tang (618-907 M), dinasti Tang selatan (937-976 M), dan dinasti Sung ( 960-1280 M). Di lokasi Candi Gedong juga terdapat sebuah arca Jagopati ( Arca Prajurit)
 
Tak kalah menakjubkannya, Sampai awal abad ke-21 M ini, disitus candi Muaro Jambi telah teridentifikasi kurang lebih 110 bangunan candi yang terdiri dari kurang 39 kelompok candi. Bangunan candi tersebut adalah peninggalah kerajaan melayu hingga kerajaan Sriwijaya, yang berlatar belakang kebudayaan melayu budhis. Diperkirakan candi-candi dilokasi situs sejarah candi Muaro jambi mulai dibangun sejak abad 4 M, salah satu diantara kelompok candi tersebut adalah Candi Gumpung.
 
Lokasi kelompok Candi gumpung berada pada 500 meter dikanan mudik sungai Batanghari. Candi Gumpung adalah candi terbesar kedua setelah candi Kedaton. Candi Gumpung tersusun dari bangunan bata dari berbagai bentuk dan ukuran. Dan disini pernah ditemukan benda purbakala yang berhasil di ketemukan oleh para arkeolog. Kelompok Candi Gumpung dibatasi pagar keliling yang membentuk bujur sangkar yang memiliki ukuran panjang keseluruhan 604,40 meter. Luas keseluruhan areal Candi Gumpung adalah 229,50 m2. Candi Gumpung memiliki Candi Perwara (penampil) sebanyak 5 buah, yang belum jelas benar wujudnya, 4 buah gapura dan 2 buah tempat yang diperkirakan bekas kolam. Gumpung berasal dari penamaan sebuah menapo gumpung dari masyarakat sekitar, dalam bahasa melayu berarti papak atau patah atau terpotong  diatasnya.